MENYIKAPI PERUBAHAN KURIKULUM
Oleh R. Muktiono Waspodo
Kurikulum merupakan "roh" pendidikan yang harus dievaluasi secara obyektif, dinamis, dan berkala sesuai dengan kebutuhannya. Kegiatan evaluasi kurikulum dilakukan setiap waktu secara terencana dan sistematis. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman, Iptek, dan kompetensi yang diperlukan untuk masa depan. Perubahan kurikulum sebagai suatu keniscayaan, dan semua pelaku pendidikan ikut berperan untuk dapat beradaptasi. Bahkan, perkembangan Ipteks dan lapangan pekerjaan yang sangat cepat tidak lagi memungkinkan dunia pendidikan berlama-lama dengan zona nyaman dengan kurikulum yang berlaku.
Namun tidaklah mudah, merubah kurikulum dalam kondisi new normal pada masa dan menjelang pasca pandemi Covid 19. Di rentangan tahun 2020-2022 ini, nampak terlihat banyak hal-hal baru bermunculan yang sebelumnya tidak pernah terfikirkan oleh cara konvensional, semua beradaptasi dengan cara kreatif dan industri "digitalisasi paling cepat bergerak. Melalui dunia maya, terjadi perubahan perilaku manusia berkomunikasi, berbisnis, bekerja, belajar dan sebagainya. Karena adanya pembatasan untuk berkumpul / tatap muka agar terhindarkan dari penularan Covid 19. Kondisi Pandemi Covid 19, memiliki dampak yang luar biasa pada sektor kehidupan, termasuk sistem dan proses pendidikan. Kondisi Pandemi mentransformasi ide/gagasan untuk menyesuaikan kurikulum 2013, agar proses belajar tetap berlangsung dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan maka lahirlah kurikulum darurat
Pada tataran kajian, implementasi kurikulum darurat di masa Pandemi Covid 19 dievaluasi. Masih saja ada berbagai kesulitan saat proses belajar dari rumah, karena pelaku pendidikan juga belum dapat optimal melaksanakan tugasnya, sarana/prasana yang kurang memadai, dll. Selanjutnya di tahun 2021 Pemerintah melahirkan program sekolah penggerak dan mencobakan mengimpelementasikan kurikulum prototipe yang berusaha menyederhanakan kurikulum 2013, serta mengutamakan materi yang esensial dan pembelajaran dengan paradigma baru, menitikberatkan pada proses belajar siswa aktif, serta memperkenalkan platform digital sebagai sumber belajar siswa dan juga gurunya.
Setelah kurikulum prototipe diimplementasikan di 25.000 sekolah penggerak dan dilakukan evaluasi oleh Tim BSKAP memberikan dorongan bahwa kurikulum prototipe menjadi kurikulum Merdeka, maka Mendikbudristek, Nadiem Makarim, me-lounching Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar pada tanggal 11 Februari 2022 . Agaknya menarik lounching saat ini sekaligus dengan dua tema besar yang saling berkaitan.
Kurikulum Merdeka Belajar dan Platform Merdeka Mengajar merupakan episode 16 dari kebijakan Merdeka Belajar, sekolah tidak dipaksa untuk menggunakan kurikulum tertentu, jadi diharapkan dalam pilihannya bersifat merdeka, adanya proses refleksi dan evaluasi diri dari sekolah, sehingga sekolah akan memilih ketiga opsi kurikulum yang ditawarkan. Kondisi saat ini telah terjadi rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, terjadi kesenjangan baik pada konteks lokal maupun propinsi. Bukan hanya disebabkan oleh Pandemi Covid 19 tetapi pada masa sebelumnya telah terjadi. Meskipun kurikulumnya bervariasi dapat terjadi di suatu wilayah, tetapi standar kompetensi lulusannya perlu sama.
Saat ini realisasi, kurikulum operasional disesuaikan sekolahnya sendiri. Pemerintah menyusun kerangka dasar kurikulum yang dapat digunakan sebagai rujukan sekolah.
Kurikulum real, tentunya apa yang diimplementasi di sekolah dan sering disebut Kurikulum operasional sekolah (KOS). Untuk ke depan, evaluasi pada implementasi kurikulum sekolah sangat penting menjadi masukan dan feedback terkait dengan perbaikan kurikulum atau mencari menetapkan strategi yang tepat.
Dalam proses yang sangat cepat terkait dengan perubahan menjadi kurikulum merdeka ini, membutuhkan sosialisasi dan bimbingan teknis yang masif. Bahkan juga pentingnya memenuhi kelengkapan perangkat kurikulumnya. Tantangan besar, bagaimana kurikulum merdeka dapat ditetapkan di seluruh Indonesia? Sebagai pimpinan Kementerian, memberikan keleluasaan untuk memiliki ketiga jenis kurikulum. Jika kita akan berbicara konsep untuk implementasi kurikulum, maka butuh kejelasana struktur pengelolaan dari kurikulumnya sendiri.
Berdasarkan pengalaman, implikasi dari perubahan kurikulum menuntut guru untuk memahaminya dengan baik, dan kemampuan dirinya untuk menggunakan pendekatan, strategi dan metode pembelajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran Dampak yang paling besar akan perubahan kurikulum itu adalah guru dan siswanya. Maka dari itu sangat penting untuk menyediakan platform digital merdeka mengajar yang sasaran utama penggunanya adalah guru-guru di Indonesia. Sedangkan kepala sekolah juga akan berdampak dalam mengelola sekolah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif terhadap implementasi kurikulum baru tersebut.
Membangun Fondasi yang Kuat
UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, tambahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Landasan pengembangan kurikulum dapat diibaratkan seperti fondasi sebuah bangunan. Sebuah gedung yang menjulang tinggi berdiri di atas fondasi yang rapuh tentu tidak akan bertahan lama. Oleh sebab itu, sebelum sebuah gedung dibangun, terlebih dahulu dibangun fondasi yang kokoh. Semakin kokoh fondasi sebuah bangunan maka akan semakin kokoh pula gedung tersebut (Wina 2008; Saylor 1981)
Fondasi bangunan yang diibaratkan pada uraian di atas adalah dasar dalam merancang sebuah kurikulum. Jadi, berkualitas atau tidaknya kurikulum yang dirancang, sangat ditentukan oleh dasar pengembangan kurikulum yang kuat. Seller dan Miller, sebagaimana dikutip oleh Sanjaya, mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus.
Dalam konteks regulasi UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pada pasal 3 bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pada saat Kurikulum Merdeka ini dilounching, dan proses revisi UU no.20 tahun 2003 masih berlangsung. Oleh karena itu untuk kekuatan legal standing, kurikulum yang dihasilkan harus tetap mengacu akan fungsi dan tujuan pendidikan seperti telah disebutkan di atas. Kata kunci dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut harus dijaga relevansi dengan Profil Pancasila.
Pertanyaan mendasarnya, bagaimana agar ketiga kurikulum (kurikulum 2013, kurikulum darurat, kurikulum merdeka) mengarah pada terwujudkan Profil Pancasila. Bagaimana halnya dengan yang tetap menggunakan kurikulum 2013 yang mengenal dengan istilah KI dan KD,? Karena kedua jenis kurikulum lainya sudah menggunakan istilah Capaian pembelajaran dengan menitikberatkan pada literacy, numaracy, dan karakter siswa. Bagaimana dengan pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler yang masih dirasakan dibutuhkan sekolah dalam memberikan layanan kepada peserta didik.
Metigasi resiko dan analisis forecasting, menjadi sangat penting pula dilakukan. Jika hal ini telah dilakukan, maka tantangan selanjutnya seberapa akuratnya kita memperhitungkan dari dampak yang terjadi pada penerapan kurikulum ini. Tentunya ini semua bukanlah hal yang mudah, namun tetap saja kita harus memilihnya sebagai suatu keputusan nasional. Mengiangt kembal dampak untuk diperhatikannya dampaik pendagogik, psikologis, bahkan profesional guru menjadi kebutuhan untuk ditelaah secara khusus, karena yang dihadapi dan perannya dalam menyiapkan peserta didik mencapai tujuan pendidikan, termasuk secara tidak langsung menyiapkan generasi penerus untuk memajukan bangsa Indonesia.
Sejarah Perubahan Kurikukum di Indonesia
Perubahan kurikulum tak terhindarkan dari konteks politik/kekuasaan yang sedang mengemban tugasnya. Sampai saat ini kurikulum telah mengalami 12 kali perubahan. Kurikulum di Indonesia sudah melalui perjalanan panjang, pengembangan kurikulum mencatat perubahan tersebut mulai tahun 1947 (Rencana Pelajaran), 1952 (Rencana Pelajaran Terurai), 1964 (Rencana Pendidikan, 1975 (mengenalkan istilah TIU/TIK serta PPSI),1984 (kurikulum 1975 yang disempurnakan dan dikenalkan istilah Cara Belajar Siswa Aktif/CBSA dan mengutamakan pendekatan proses),1994 (Penyempurnaan dari kurikulum 1975 dan 1984), 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), 2013 (pada 2014/2015 diberlakukan kembali kurikulum 2006 dan yang paling baru pada tahun 2022 diberlakukan Kurikulum Merdeka, dan pada tahun yang sama disertai pilihan lain bagi sekolah masih dapat menggunakan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat .
Pada kenyataan yang sering dijumpai bahwa persepsi dan pemahaman kepala sekolah, guru dan pemangku kepentingan pendidikan tentang kurikulum dan pengembangannya masih sangat beragam. Bahkan masih ditemukan adanya miskonsepsi tentang kurikulum merdeka. Sampai saat ini pun masih ditemui miskonsepsi tentang kurikulum 2013 dan kurikulum darurat. Meskipun berbagai sosialisasi regulasi dan bimbingan teknis serta pelatihan telah dilakukan, masih saja ditemukan miskonsepsi tersebut. Jadi dapat diduga juga akan terjadi miskonsepsi dengan kebijakan baru dari Mendikbudristek tentang pilihan bagi sekolah dapat menerapkan kurikulum 2013, kurikulum darurat dan kurikulum merdeka. Sebenarnya saat ini banyak contoh yang telah menerapkan kurikulum merdeka (dulu istilahnya kurikulum prototipe) di 2.500 sekolah penggerak. Hal ini menegaskan bahwa perubahan kurikulum membutuhkan komitmen, waktu, sumber daya yang tinggi agar dapat diimplementasikan sesuai dengan harapan bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Upaya untuk meningkatkan pemahaman tentang kurikulum, dilakukan melalui kegiatan sosialisasi, rapat kordinasi, pelatihan dan bimbingan teknis, termasuk juga melakukan secara masih melalui media massa/elektronik.
Tantangan implementasi kurikulum merdeka di satuan pendidikan adalah menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan literasi, numerasi, dan karakter pada wujud Profil Pancasila. Hal ini tentu tidak mudah, karena membutuhkan gagasan/ide yang kuat, baik yang bersumber dari kajian akademik, sumber dukungan riset, hasil evaluasi kurikulum sebelumnya. Karena jika tidak didasari hal ini, maka dapat diprediksi akan rapuh dalam proses implementasinya. Sumber ide/gagasan untuk perbaikan kurikulum juga penting menjangkau kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang. Pengembang kurikulum harus mampu menganalisis apa yang akan terjadi di masa depan, dan ini dibutuhkan pada konsepsi yang kurikulum mencerminkan konstruksi sosial. Oleh karena itu, dalam mendukung impelemnetasi kurikulum ini juga membutuhkan dukungan dari ekosistem pendidikan
Saat ini, opsi perberlakuan tiga kurikulum (kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan kurikulum merdeka) diberikan kewenangan Satuan Pendidikan untuk memutuskan dengan tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Satuan pendidikan perlu mempertimbangkan dengan cermat kesiapan dan ketersediaan perangkat pendukungnya. Perlunya kesiapan guru-guru dalam mengimplementasinya, dan tidak perlu kuatir jika belum siap, karena saat diberikan kewenangan memilih maka juga disertai tanggung jawab dari pilihannya.
Salah satu upaya untuk menjawab tantangan inmplementasi kurikulum tersebut, Kemdikbudristek mengembangkan aplikasi platform Merdeka Mengajar, yang menyediakan berbagai filtur sumber belajar dan praktek baik untuk memudahkan guru mengajar dan siswa belajar. Di samping itu memberikan kesempatan bagi guru untuk mengelola materi pelajaran berdasarkan minat dan bakat, karakteristik siswanya. Sekolah diberikan kesempatan dan kewenangan untuk menetapkan jenis kurikulumnya, tanpa ada paksaan dan melakukan evaluasi terhadap kesiapannya. Hal ini mendorong terwujudnya otonom dan fleksibel sehingga tercipta di sekolah dengan kultur belajar yang inovatif, tidak diskriminatif, sesuai dengan kebutuhan siswanya.
Kepala sekolah diharapkan mampu sebagai pemimpin pembelajaran, tidak sekedar sebagai administrasi pendidikan, dan mendorong perannya sebagai supervisor bagi guru-guru sehingga dapat berkinerja baik. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah bagaimana menyiapkan kepala sekolah dan guru sehingga mampu mengimplementasi kurikulum merdeka ?. Makna yang terkandung ketika diberikan kebebasan dan menerapkan prinsip fleksibel dalam merencanakannya, maka konsekuensinya Kepala sekolah dan Guru juga harus berkompeten dan berkomitmen mutu yang tinggi.
Khusus untuk sekolah penggerak, juga akan didampingi oleh Fasilitator Sekolah Pengerak (dulu disebutnya Pelatih Ahli) yang telah terseleksi oleh Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan. Namun yang perlu menjadi perhatian, apa alternatif dukungan bagi Sekolah yang secara mandiri memutuskan untuk mengimpelementasi kurikulum merdeka,. Dalam kondisi, tetap saja pemerintah harus memantaunya secara utuh, sehingga tidak terkesan benar-benar itinggalkan. Karena jika keliru dalam mengimplementasikan, maka peserta didiknya yang akan dirugikan.
Banyak pekerjaan tindaklanjut yang perlu segera dibereskan, termasuk juga bagaimana sistem penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi, sebagai dampak dari diberlakukan opsi/pilihan ketiga kurikulum, termasuk ditiadakannya peminatan / penjurusan IPA/IPS pada jenjang SMA pada kurikulum Merdeka
Kebijakan ini juga nanti perlu dievaluasi apakah lebih efektif tidak adanya peminatan/penjurusan akan menghasilkan calon mahasiswa yang lebih siap belajar pada jurusan/program studi di Perguruan Tinggi.
Untuk itu, pengembangan kurikulum di Indonesia tidak dapat juga terlepas dari tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 (UU Sisdiknas) pasal (3), yang menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis secara bertanggung jawab. Tujuan pengembangan kurikulum juga harus memperhatikan tujuan institusional (tujuan lembaga/satuan pendidikan), tujuan kurikuler (tujuan bidang studi), dan tujuan instruksional (tujuan pembelajaran). Semuanya perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan kurikulum. Di sisi lain dapat ditegaskan bahwa tujuan pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari tujuan pendidikan itu sendiri, sebab kurikulum merupakan ujung tombak ideal dari visi, misi dan tujuan pendidikan sebuah bangsa. Secara makro, jika dilihat dari beberapa landasan pengembangan kurikulum pada dasarnya tujuan pengembangan kurikulum mengacu kepada paradigma pergeseran filsafat pendidikan, perubahan dan pergeseran sosial dan pengembangan pengetahuan seperti pengembangan sains dan teknologi.
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, salah satu komponen penting di dalamnya adalah kurikulum. Kurikulum sebagai suatu sistem memiliki komponen yang saling berkaitan dan menunjang satu sama lain. Komponen-kurikulum tersebut terdiri dari tujuan, materi pembelajaran, metode, dan evaluasi. Dalam bentuk sistem ini kurikulum akan berjalan menuju suatu tujuan pendidikan dengan adanya saling berkaitan di antara seluruh sub sistemnya. Jika salah satu dari variabel kurikulum tidak berfungsi dengan baik, maka sistem kurikulum akan berjalan kurang optimal. Selain itu dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan suatu perencanaan dan pengorganisasian pada seluruh komponennya.
Prinsip Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip yang ada sehingga pengembanganya dapat berjalan dengan baik, dan kebermanfaatannya dapat diandalkan. Prinsip-prinsip yang komprehensif yang menjadi dasar pengembangan dan implementasikan, setidaknya mencakup;
(3) Prinsip Efisiensi; dalam kegiatan belajar mengajar berarti bahwa waktu, tenaga dan biaya yang digunakan untuk menyelesaikan program pembelajaran dapat merealisasikan hasil yang optimal. Kurikulum harus praktis, mudah dilaksanakan, adanya perangkat pendukung sederhana, biayanya tidak mahal, efisiensi waktu, tenaga, perangkat pendukung yang akan menghasilkan efisiensi biaya.
(4) Prinsip Flekibilitas
Kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah masing-masing. Pengembangan kurikulum yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kurikulum merupakan alat yang paling penting dalam keberhasilan suatu pendidikan, tanpa adanya kurikulum yang baik dan tepat maka akan kesulitan dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan baik formal, informal, maupun non formal.
Dari berbagai macam pengertian kurikulum tersebut baik secara bahasa, istilah maupun arti kurikulum berdasarkan para ahli, maka manajemen kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah proses atau sistem pengelolaan kurikulum secara kooperatif, komprehensif, dan sistematik untuk mengacu ketercapaian tujuan kurikulum yang sudah dirumuskan. Dalam proses manajemen kurikulum tidak lepas dari kerjasama sosial antara dua orang atau lebih secara formal dengan bantuan sumber daya yang mendukungnya. Pelaksanaanya dilakukan dengan metode kerja tertentu yang efektif dan efisien dari segi tenaga dan biaya, serta mengacu pada tujuan kurikulum yang sudah ditentukan sebelumnya. Manajemen merupakan suatu proses/ilmu untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien
Problematika dalam Manajemen Kurikulum Sebagaimana telah diuraikan di atas, pengembangan kurikulum belum efektif jika pihak-pihak yang terkait belum siap mengemban tugas tersebut.
Perlu diperhatikan bersama
Bebebrapa hal perlu diperhatikan agar tidak terjadi ketidakefektifan implementasi kurikulum sebagai berikut:
1. Kompetensi dan Efikasi diri Guru.
Peran terbesar dalam pengembangan kurikulum di sekolah secara praktis terletak pada kemampuan guru dalam mengimplementasi kurikulum. Guru tidak memiliki kemampuan dalam menyampaikan materi yang esensial; Guru tidak memiliki ketarampilan teknis dalam menerapkan metode pembelajaran; Hal ini diantisipasi dengan beragai strategi yakni; (1) dikembangkannya platform Merdeka Mengajar yang menyediakan berbagai filtur bahan dan referensi yang dapat dimanfaatkan oleh Guru untuk mendukung kegiatan mengajarnya; (2) dioptimalkan kesempatan untuk berpartisipasi diskusi/bimbingan teknis dengan berbagai komunitas guru/asosiasi profesi guru; (3) pelatihan bagi guru sesuai dengan kebutuhannya,
Kurangnya motivasi dan efikasi diri guru itu sendiri dapat menyebabkan para guru kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan sistem pendidikan yang diberlakukan saat ini. Pada akhirnya, jika efikasi dirinya rendah membuat meraka ragu untuk melangkah dan takut salah. Kondisi ini juga penting untuk diketahui Pemerintah agar apa yang dianggap lengkap dari dokumen dan upaya yang dilakukan, belum tentu berhasil; jika tidak diperhatikan keadaan motivasi dan efikasi diri gurunya.
1. Kepala Sekolah sebagai pemimpin pembelajaran turut bertanggung jawab terhadap keberhasilan maupun kekurangberhasilan proses pendidikan di sekolah Selain kepala sekolah, untuk lembaga pendidikan swasta yang paling bertanggung jawab adalah pengurus yayasan. Peran kepala sekolah sangat besar dalam mengambil dan menentukan berbagai kebijakan sekolah, mengatur efektivitas organisasi dan menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi para guru dan karyawan. Demikian halnya dengan peran pengurus yayasan terhadap lembaga pendidikan yang dikelolanya. Kepala sekolah harus mampu menjadi agen perubahan terkait dengan pemberlakuan kurikulum. Peran kepala sekolah sangat strategis untuk melakukan perubahan sehingga banyak guruguru yang kurang bebas dalam berkreasi.
2. Pengawas pendidikan yang berperan dalam melakukan supervisi pendidika kepada Kepala sekolah dan Guru. Kenyataan menunjukkan bahwa peran pengawas tidak banyak memberikan kontribusi terhadap pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh guru, tetapi juga mempunyai tugas yang besar yaitu membina dan membimbing guru di sekolah yang tentunya juga terkait dengan pengembangan kurikulum. Kenyataan, mendorong para pengawas pendidikan ini untuk berperan aktif dan kreatif dalam melakukan tugas pengawasan/supervisi, penilaian dan pembimbingannya. Sehingga pengawasan yang dilakukannya tidak terkesan bersifat formalitas saja, tetapi yang mampu mewujudkan kinerja kepala sekolah dan guru secara optimal.
3. Komite Sekolah dan Komite pembelajaran dalam pengembangan kurikulum sangat diperlukan. Pemerintah terlebih dahulu secara aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang terencana dan terus menerus sehingga mereka mengetahui dengan benar tugas dan fungsinya sebagai komite sekolah/komite pembelajaran pada kerangka kendali mutu implementasi kurikulum
Sekolah berfungsi untuk memanusiakan manusia, merekonstruksi kehidupan sosial/masyarakat atau mengoptimalkan potensi, mengakomodasi kebutuhan belajar dan pengebangan karakter bangsa (nation building)
Penutup
Kurikulum pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan sebagai subsistem pendidikan nasional. Kurikulum menjadi aspek penting dalam rangka Sebagai aspek penting bagi pencapaian tujuan pendidikan, maka kurikulum harus bersifat antisipatif dan adaptif terhadap perubahan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk juga dalam menghadapi kehidupan masayarat dan peradaban bangsa. Kurikulum harus responsif terhadap setiap perubahan yang terjadi dan dilakukan pengembangan yang didasarkan pada beberapa prinsip, yakni berorientasi pada tujuan, relevansi dengan kebutuhan, efisiensi dan efektivitas dalam peleksanaan, fleksibilitas, berkesinambungan, dan keterpaduan.
Dengan demikian diharapkan dalam mendesain kurikulum dapat menyelesaikan masalah-masalah kehidupan, dan menyiapkan menjadi Peserta didik yang mencirikan Profil Pancasila. Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan pada jenjang pendidikan tertentu yang mengandung domain kognitif, afektif dan konatif/psikomotorik. Kurikulum harus memiliki relevansi dengan kebutuhan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik, serta serasi dengan perkembangan zamannya, maka kemapuan esensial untuk hisup di masa depan peserta didik, perlunya penguatan kompetensi literasi, numerasi, dan karakter menjadi suatu keniscayaan yang perlu didukung.
Saylor, J.G., Alexander, W.M. and Lewis, A.J. (1981) Curriculum Planning for Better Teaching and Learning. Holt, Rinehart and Winston, New York.
Wina Sanjaya, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana,