Pendidikan Inklusif, Memaknai lebih dalam

Pendidikan Inklusif, Memaknai lebih dalam

R. Muktiono Waspodo Jan 05, 2025 22:34 69
Pendidikan Inklusif, Memaknai lebih dalam

 PENDIDIKAN INKLUSIF, Memaknai Lebih Dalam

 (R.Muktiono Waspodo)


Akhir-akhir ini Pendidikan inklusif banyak dibahas berbagai pihak, tidak saja dari kalangan praktisi/pemerhati Pendidikan, namun juga kalangan akademisi dan birokrat. Tentu hal ini pertanda baik bagi keberpihakan pada Pendidikan inklusif.

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) dan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pemerintah memberi jaminan sepenuhnya kepada penyandang disabilitas untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu dan hal itu tidak dapat dilepaskan adanya istilah pendidikan inklusi. Negara semakin menegaskan melalui komitmen-komitmen global ketika tidak ada seorang pun yang terlewatkan atau no one left behind yang diperkuat dengan ratifikasi berbagai konvensi PBB, antara lain the UN Universal Declaration of Human Rights melalui UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, dan the UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) melalui UU 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas. Komitmen global tersebut juga terefleksi dengan mengedepankan pendekatan inklusif atas pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagai warga negara Indonesia dan tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan berbagai peraturan lainnya yang layak diberi apresiasi. Begitupun komitmen yang kuat pemerintah pusat dan daerah untuk memposisikan Pendidikan inklusif sebagai salah satu program prioritas yang membutuhkan peran semua pihak.

Memperhatikan beragamnya permasalahan yang dihadapi Indonesia, disadari sejumlah program dan layanan pendidikan belum efektif menjangkau semua penyandang disabilitas dalam mengatasi kesulitan mendapatkan hak akses dan pelayanan pendidikan. Sistem pendidikan seharusnya dapat mengatasi hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap peserta didik untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Salah satu kelompok yang paling merasakan dampak eksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah peserta didik penyandang disabilitas. Sekolah dan layanan pendidikan lainnya idealnya harus fleksibel dalam menjamin pemenuhan pengembangan potensi semua peserta didik yang bermutu dan berkeadilan. Namun, pada tataran implementasi, kurangnya pemenuhan akses pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas di Indonesia masih menjadi isu krusial yang memerlukan perhatian serius bersama

Hal-hal di atas menjadi dasar untuk mendalami hakekat dari Pendidikan inklusif secara utuh, dalam kesempatan ini perlu untuk menjelaskan: 1. sejarah pendidikan inklusi, 2. pengertian pendidikan inklusi, 3. konsep dasar dan filosofi pendidikan inklusi.

 

A.  Sejarah Pendidikan Inklusif

Sebelum membahas pendidikan inklusi, perlu dikenali adanya beberapa istilah yang berkaitan dengan pembahasan ini. Istilah itu antara lain normalisasi, deinstitusionalisasi, determinasi diri, dan inklusi penuh.

1.   Normalisasi memiliki arti dan tujuan akhir bahwa anak berkebutuhan khusus harus sebisa mungkin menyamai temantemannya yang tidak memiliki keterbatasan. Maksudnya, adalah bahwa setiap anak tidak boleh dibeda-bedakan, tetapi mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Padahal pada zaman dahulu, anak-anak yang memiliki keterbatasan biasa ditempatkan di institusi-institusi atau asrama yang jauh dari rumah.

2.   Deinstitusionalisasi mengacu pada konsep bahwa anak-anak yang memliki keterbatasan tidak seharusnya disendirikan, namun didekatkan dengan masyarakat sekitar.

3.   Determinasi diri (self determination) digunakan sebagai hak untuk memilih bagi mereka yang memiliki keterbatasan untuk mengatur hidupnya sendiri. Dengan demikian segala aktivitas, pelayanan, dan dukungan harus berdasarkan ketertarikan, kekuatan dan kemampuan anak tersebut. (Schwartz, Jacobson, dan Holburn dalam Hallahan & Kauffman, 2009). Dalam kasus anak berkebutuhan khusus, anak yang menentukan pilihan, bukan orang tua, konselor, psikolog dan guru.

4.   Inklusi penuh mengusung suatu ide bahwa sesungguhnya setiap anak apa pun kondisinya, baik dari latar belakang budaya, agama, sosial, ekonomi, kemampuan memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan sepenuhnya tanpa dibedakan. Di Indonesia, ada jaminan bahwa semua anak Indonesia  mendapatkan kesamaan hak dan kewajiban secara penuh untuk  memperoleh pendidikan, termasuk anak berkebutuhan khusus.  Peraturan dan kesepakatan yang mengikat itu antara lain sebagai berikut.

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948)

3. Konvensi Hak Anak (1989)

4. Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990)

5. Peraturan Standar PBB tentang Kesamaan Kesempatan bagi  Penyandang Cacat (1993)

6. Undang-Undang Penyandang Kecacatan (1997)

7. Undang-Undang RI no 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional  (2003)

8. Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004)

9. Konferensi Nasional tentang Inklusi (2004)

10. Rencana Aksi Kebijakan Pendidikan Inklusi (2005)

11. Permendiknas no 70 tahun 2009 sebagai bentuk dukungan  terhadap pendidikan inklusi.

Dengan demikian, penerimaan anak-anak dengan kebutuhan  khusus di lembaga pendidikan tidak dapat ditolak, demi menjunjung hak  asasi manusia dalam memperoleh pendidikan. “No Child Left Behind.”

Untuk memaknai arti inklusi dengan mudah, perhatikan ilustrasi berikut. Mainan puzzle di atas menggambarkan adanya keterpaduan unsur-unsur yang berbeda menjadi anggota kelompok yang sama. Jika setiap komponen dianggap sebagai mewakili anak, keluarga, sekolah, dan lingkungan; maka ketika keempatnya bergabung menjadi satu anggota kelompok, maka di situlah telah terjadi inklusi. Dengan demikian, sebagai anggota satu kelompok, maka masyarakat inklusi memiliki sikap:

1.   semua anak dan orang dewasa adalah anggota kelompok yang sama;

2.   semua anak mempunyai rasa memiliki dan bermitra;

3.   jika ada anak tertentu karena berbagai alasan mempunyai suatu kebutuhan untuk menerima perhatian berkala di luar kelas, maka hal itu dipandang sebagai hal yang alami dan tidak akan mengganggu rasa menjadi anggota atau rasa memiliki.

Jadi jelaslah, bahwa pendidikan inklusi adalah layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak dengan kebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non-ABK) dengan usia sebayanya di kelas regular. Perlu dikenali bahwa istilah inklusi berbeda dengan integrasi. Integrasi memberikan kesempatan kepada anak dengan kebutuhan khusus yang telah dididik di sekolah khusus dalam waktu tertentu sampai pada kesiapan untuk dapat bergabung di dalam sekolah reguler.

 

B.  Konsep dasar dan Filosofi Pendidikan Inklusif

Dalam lingkungan masyarakat inklusi, kita siap mengubah dan menyesuaikan sistem, lingkungan, dan aktivitas yang berkaitan dengan orang lain,serta mempertimbangkan kebutuhan semua orang. Bukan lagi anak penyandang kecacatan yang harus menyesuaikan diri agar cocok dengan setting yang ada. Ada beberapa pendapat mendasar yang dikemukakan agar inklusi dapat terlaksana dan terus diperjuangkan (Hallahan & Kauffman, 2006).

1.    Melabel anak yang memiliki kebutuhan khusus adalah sesuatu yang berbahaya. Anak yang berada di tempat khusus bagi anak berkebutuhan khusus akan mendapatkan label yang menyebabkan menjadi anak yang tidak berharga dan dipandang sebagai penyimpangan dalam masyarakat.

2.    Pendidikan yang terpisah bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus tidak efektif. Para guru mengungkapkan bahwa anak-anak yang ditempatkan pada program inklusi akan menunjukkan perbaikan atau keadaan yang sama dalam pengukuran kognitif dan emosional daripada ditempatkan di sekolah-sekolah khusus.

Orang yang memiliki keterbatasan harus dilihat sebagai kelompok minoritas. Orang-orang yang mendukung inklusi secara penuh memiliki  kecenderungan untuk melihat anak-anak luar biasa sebagai  anggota kelompok minoritas daripada individu yang memiliki  kesulitan sebagai akibat dari keterbatasan

Di Indonesia, pendidikan inklusif mulai diperkenalkan pada awal 2000-an. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 menjadi salah satu landasan hukum penting, yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk peserta didik dengan kebutuhan khusus. Pendidikan inklusif juga didorong melalui program-program pemerintah dan kolaborasi dengan lembaga internasional. Pendidikan inklusif mencerminkan evolusi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan pengakuan bahwa setiap anak memiliki potensi untuk berkembang, asalkan diberikan akses dan dukungan yang sesuai.

 

C.  Pentingnya Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif tidak hanya bermanfaat bagi siswa dengan kebutuhan khusus tetapi juga bagi seluruh masyarakat. Berikut adalah alasan pentingnya pendidikan inklusif:

1. Pemenuhan Hak Asasi Manusia

Pendidikan inklusif merupakan hak setiap individu tanpa diskriminasi. Hal ini sejalan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948) dan Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas (2006). Semua anak, termasuk anak dengan kebutuhan khusus, memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang setara dan berkualitas di lingkungan yang sama.

2. Penghargaan atas Keberagaman

Pendidikan inklusif mendorong pengakuan bahwa setiap individu memiliki keunikan, kekuatan, dan kebutuhan yang berbeda. Dengan keberagaman, siswa belajar untuk saling menghormati, berkolaborasi, dan menghargai perbedaan.

3. Kesetaraan Peluang

Pendidikan inklusif memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa untuk berkembang secara akademik, sosial, dan emosional.Hal ini membantu mengurangi kesenjangan sosial dan mendorong kesetaraan dalam akses pendidikan.

4. Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Empati

Dengan berada di lingkungan inklusif, siswa tanpa kebutuhan khusus belajar untuk berempati, memahami, dan mendukung teman-teman mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Siswa dengan kebutuhan khusus juga mendapatkan pengalaman sosial yang lebih luas, yang membantu mereka beradaptasi di masyarakat.

5. Mengurangi Diskriminasi dan Stigmatisasi

Pendidikan inklusif membantu menghilangkan stigma negatif terhadap anak dengan kebutuhan khusus. Ketika anak-anak tumbuh bersama dalam lingkungan yang inklusif, mereka lebih cenderung menganggap perbedaan sebagai hal yang normal dan alami.

6. Mempersiapkan Kehidupan Nyata

Dunia nyata adalah lingkungan yang beragam, di mana semua individu harus hidup dan bekerja bersama orang-orang dengan berbagai latar belakang dan kemampuan. Pendidikan inklusif mempersiapkan siswa untuk menghadapi realitas ini, baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan sosial.

7.  Efektivitas Ekonomi dan Sosial

Dengan memberikan pendidikan inklusif, masyarakat dapat memaksimalkan potensi semua warganya, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, sehingga mereka dapat berkontribusi secara produktif. Pendidikan inklusif mengurangi ketergantungan sosial dan meningkatkan partisipasi ekonomi.

8.  Meningkatkan Kualitas Pendidikan Secara Umum

Dalam pendidikan inklusif, guru dituntut untuk menggunakan metode pengajaran yang kreatif, fleksibel, dan responsif terhadap kebutuhan semua siswa. Hal ini tidak hanya membantu siswa dengan kebutuhan khusus tetapi juga meningkatkan pengalaman belajar bagi semua siswa.

9. Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)

Pendidikan inklusif mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals), khususnya SDG 4, yaitu memastikan pendidikan yang inklusif, merata, dan berkualitas untuk semua.

10. Menciptakan Masyarakat yang Lebih Adil dan Inklusif

Pendidikan inklusif adalah langkah awal untuk membangun masyarakat yang inklusif, di mana setiap individu dapat hidup berdampingan secara setara, tanpa diskriminasi. Dengan mendidik generasi muda dalam lingkungan inklusif, kita menciptakan masyarakat yang lebih toleran, harmonis, dan adil.

 

D.   Peran Pemerintah Pusat dalam Membina Pendidikan Inklusif

Pemerintah pusat memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan terselenggaranya pendidikan inklusif secara efektif dan merata di seluruh wilayah negara. Peran tersebut melibatkan aspek kebijakan, pendanaan, pengawasan, dan koordinasi. Berikut adalah peran utama pemerintah pusat dalam membina pendidikan inklusif:

1. Penyusunan Kebijakan dan Regulasi

  • Menyusun aturan hukum yang mendukung pendidikan inklusif, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan menteri.

  • Mengintegrasikan pendidikan inklusif dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional, seperti Kurikulum Nasional, untuk memastikan inklusivitas di semua jenjang pendidikan.

2. Penyediaan Anggaran dan Pendanaan

  • Mengalokasikan anggaran khusus untuk mendukung program pendidikan inklusif, termasuk pembangunan fasilitas aksesibilitas, pelatihan guru, dan penyediaan alat bantu belajar.

  • Memberikan dana tambahan atau bantuan khusus kepada sekolah inklusif untuk memenuhi kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.

3. Peningkatan Kapasitas Guru dan Tenaga Pendidik

  • Menyelenggarakan program pelatihan bagi guru agar mampu mengelola kelas inklusif, memahami kebutuhan siswa berkebutuhan khusus, dan menerapkan metode pembelajaran yang fleksibel.

  • Menyediakan program pendidikan atau sertifikasi khusus untuk guru pendidikan inklusif, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan berkelanjutan.

4. Penyediaan Fasilitas dan Sumber Daya

  • Membangun atau meningkatkan infrastruktur pendidikan agar ramah disabilitas, seperti penyediaan jalur kursi roda, elevator, atau alat bantu dengar di sekolah-sekolah.

  • Menyediakan bahan ajar yang inklusif, seperti buku dalam format braille, perangkat lunak pembelajaran adaptif, atau video dengan bahasa isyarat.

5. Pengawasan dan Evaluasi Program

  • Memantau pelaksanaan pendidikan inklusif di tingkat daerah dan sekolah untuk memastikan bahwa kebijakan dan standar dipatuhi.

  • Mengevaluasi efektivitas program inklusif, mengidentifikasi tantangan, dan menyusun langkah-langkah perbaikan berdasarkan data yang akurat.

6. Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Lembaga Terkait

  • Bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memastikan pelaksanaan kebijakan inklusif di tingkat lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

  • Berkolaborasi dengan lembaga internasional, LSM, dan komunitas disabilitas untuk mendapatkan masukan, dukungan, dan inovasi dalam pendidikan inklusif.

7. Kampanye Kesadaran Publik

  • Melakukan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan inklusif untuk menghilangkan stigma terhadap siswa berkebutuhan khusus.

  • Mengedukasi masyarakat tentang hak anak-anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan yang setara dan berkualitas.

8. Mendukung Penelitian dan Inovasi

  • Mendanai penelitian tentang pendidikan inklusif untuk menemukan metode pembelajaran yang lebih efektif.

  • Mendorong pengembangan teknologi pendidikan yang mendukung siswa berkebutuhan khusus, seperti aplikasi pembelajaran adaptif atau alat bantu komunikasi.

  •  

9. Penetapan Standar Nasional Pendidikan Inklusif

  • Menetapkan standar minimum untuk pendidikan inklusif, seperti rasio guru terhadap siswa berkebutuhan khusus, kualifikasi guru, atau jenis layanan yang harus disediakan sekolah inklusif.

  • Menyediakan panduan teknis untuk membantu sekolah dan pemerintah daerah menerapkan pendidikan inklusif.

10. Perlindungan Hak Siswa Berkebutuhan Khusus

  • Memastikan bahwa siswa berkebutuhan khusus tidak mengalami diskriminasi dalam akses pendidikan.

  • Menyediakan mekanisme pengaduan bagi siswa atau orang tua yang merasa hak pendidikan mereka dilanggar.

Melalui peran ini, pemerintah pusat berfungsi sebagai pengarah dan pendukung utama dalam menciptakan sistem pendidikan inklusif yang merata, berkeadilan, dan berkelanjutan. Kolaborasi dengan berbagai pihak adalah kunci untuk keberhasilan program ini.

 

E.   Penjaminan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Satuan Pendidikan

Penjaminan mutu pendidikan inklusif di satuan pendidikan bertujuan untuk memastikan bahwa setiap peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, mendapatkan pendidikan yang berkualitas, merata, dan sesuai dengan kebutuhannya. Proses ini mencakup berbagai aspek seperti perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga evaluasi. Berikut langkah-langkah utama dalam penjaminan mutu pendidikan inklusif:

1. Perencanaan dan Kebijakan di Tingkat Satuan Pendidikan

  • Menyusun visi, misi, dan tujuan sekolah yang inklusif.

    • Sekolah harus memiliki komitmen untuk menyediakan pendidikan yang ramah bagi semua siswa, termasuk siswa berkebutuhan khusus.

  • Mengintegrasikan pendidikan inklusif ke dalam rencana kerja sekolah (RKS).

    • Rencana ini mencakup alokasi anggaran, pelatihan guru, pengadaan fasilitas, dan metode pembelajaran yang mendukung inklusivitas.

2. Peningkatan Kompetensi Tenaga Pendidik dan Kependidikan

  • Pelatihan guru dan staf sekolah tentang pendekatan pembelajaran yang inklusif, seperti:

    • Diferensiasi pembelajaran.

    • Strategi pengelolaan kelas inklusif.

    • Pemahaman kebutuhan individu siswa berkebutuhan khusus.

  • Penyediaan tenaga ahli pendukung, seperti guru pendamping khusus (GPK) atau konselor pendidikan, untuk mendukung siswa berkebutuhan khusus.

3. Penyediaan Sarana dan Prasarana

  • Menyediakan fasilitas fisik yang ramah disabilitas, seperti:

    • Ramp atau jalur kursi roda.

    • Toilet aksesibel.

    • Ruang sumber atau ruang terapi.

  • Menyediakan alat bantu belajar, seperti:

    • Buku braille, perangkat lunak pembelajaran, atau alat bantu dengar.

4. Kurikulum dan Pembelajaran yang Adaptif

  • Mengadaptasi kurikulum sesuai dengan kebutuhan individu siswa tanpa mengurangi standar pembelajaran.

    • Contoh: Modifikasi materi atau metode pengajaran agar sesuai dengan kemampuan siswa.

  • Mengembangkan metode pembelajaran yang fleksibel untuk memastikan partisipasi aktif siswa berkebutuhan khusus di kelas reguler.

5. Sistem Penilaian yang Inklusif

  • Menggunakan sistem penilaian yang mempertimbangkan keunikan dan kemampuan individu siswa berkebutuhan khusus.

  • Penilaian dapat berupa penyesuaian tugas, ujian berbasis proyek, atau observasi.

6. Pelibatan Orang Tua dan Komunitas

  • Mengundang partisipasi orang tua dalam perencanaan dan evaluasi program pendidikan inklusif.

  • Berkoordinasi dengan komunitas atau lembaga terkait, seperti LSM, ahli disabilitas, atau lembaga kesehatan, untuk mendukung kebutuhan siswa.

7. Pengawasan dan Monitoring Berkala

  • Melakukan evaluasi rutin terhadap pelaksanaan program inklusif, termasuk:

    • Kinerja guru dalam kelas inklusif.

    • Efektivitas fasilitas dan alat bantu yang tersedia.

  • Melibatkan pengawas sekolah dan dinas pendidikan dalam proses monitoring untuk memberikan masukan dan tindak lanjut.

8. Sistem Pengaduan dan Perbaikan Berkelanjutan

  • Membentuk mekanisme pengaduan bagi siswa atau orang tua untuk melaporkan masalah yang terkait dengan layanan inklusif.

  • Menggunakan masukan dari pengaduan untuk melakukan perbaikan berkelanjutan pada sistem dan layanan pendidikan inklusif.

9. Pengembangan Indikator Mutu Pendidikan Inklusif

  • Menentukan indikator keberhasilan, seperti:

    • Persentase siswa berkebutuhan khusus yang terlayani.

    • Kepuasan orang tua siswa terhadap layanan inklusif.

    • Peningkatan hasil belajar siswa.

  • Indikator ini digunakan untuk mengukur efektivitas program pendidikan inklusif di satuan pendidikan.

10. Dukungan dari Pemerintah Daerah dan Pusat

  • Sekolah harus bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pusat untuk mendapatkan bantuan berupa:

    • Pelatihan guru.

    • Pengadaan alat bantu dan fasilitas.

    • Pendampingan teknis terkait penyelenggaraan pendidikan inklusif.

 

F. PENUTUP

Melihat pentingnya keberadaan pendidikan inklusif di Indonesia, perlu ada kebijakan yang bisa menjamin dan mendorong sekaligus memfasilitasi unsur-unsur pembentuk pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif merupakan kebutuhan dasar bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Sehubungan dengan hal tersebut, partisipasi semua pihak menjadi salah satu penentu keberhasilan dalam mewujudkan Pendidikan yang inklusif. Penjaminan mutu penyelenggraan Pendidikan inklusif di satuan Pendidikan menjadi suatu keniscayaan yang perlu diwujudkan secara utuh/holistik dan sepenuh hati

Pendidikan inklusif mencerminkan evolusi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan pengakuan bahwa setiap anak memiliki potensi untuk berkembang, asalkan diberikan akses dan dukungan yang sesuai.  Pemerintah pusatdan pemerintan daerah memiliki peran yang besa dalam memastikan terselenggaranya pendidikan inklusif secara efektif dan merata di seluruh wilayah negara. Peran tersebut melibatkan aspek kebijakan, pendanaan, pengawasan, dan koordinasi.  Pemerintah pusat berfungsi sebagai pengarah dan pendukung utama dalam menciptakan sistem pendidikan inklusif yang merata, berkeadilan, dan berkelanjutan. Kolaborasi dengan berbagai pihak adalah kunci untuk keberhasilan program ini.

Penjaminan mutu pendidikan inklusif di satuan pendidikan memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan semua pihak, dan dilakukan secara berkelanjutan. Dengan manajemen yang baik, pendidikan inklusif dapat memberikan pengalaman belajar yang optimal bagi seluruh siswa, menciptakan lingkungan yang ramah keberagaman, dan mendukung pengembangan potensi setiap individu.

 

Daftar Pustaka

Budiyanto. (2022,). Konsep Dasar Pendidikan Inklusif [Paparan]. Pra-Konferensi MOSTUNESCO, Jakarta, Indonesia.

Indrawati, A. (2022). Akomodasi yang Layak dan Aksesibilitas Kunci Pendidikan Inklusif yang

Penyandang Disabilitas. (2020). https://infoasn.id/pp-2020/pp-nomor-13-tahun-2020.html

Rigmalia, D. (2022, 29 Juni 2022). Upaya Pemenuhan Hak Pendidikan Penyandang Disabilitas ke Depan

Suharto. (2022, 14 Juni 2022). Tantangan Pendidikan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas [Paparan].

Tjakrawinata, D. (2022, 29 Juni 2022). Kesempatan Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas Intelektual