PELATIHAN PENGEMBANGAN JABFUNG WIDYAPRADA
Yogyakarta, 26 Februari-2 Maret 2024, Pelatihan pengembangan jabatan fungsional Widyapra merupakan jenis pelatihan yang baru pertama kali diselenggarakan oleh Pusdiklat Pegawai Kemendikbudristek. Tujuan dari kegiatan pelatihan ini diamksud untuk memberikan pembekalan kompetensi bagi widyaprada ahli muda yang akan diproyeksi untuk kenaikan jenjang jabatan Widyaprada Ahli Madya. Peserta pelatihan berasal dari Satker Unit Utama Pusat dan Unit Pelaksana Teknis Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan dan Balaim Penjaminan Mutu Pendidikan.
Pada kesempatan kali ini, saya bertugas untuk menjadi nara sumber materi Pengembangan Model Penjaminan Mutu Pendidkan Jika kita telurusi latar belakang dari kegiatan pelatihan pengembangan Widyaprada dan khususnya argumentasi pentingnya bagi Widyaprada untuk memahami pengembangan model penjamiman mutu adalah sebahai berikut;
Berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan Pemerintah dan Pemerintah daerah, namun indikasi menunjukan masih belum mencapai hasil mutu pendidikan yang memuaskan (Joppe de Ree dkk., 2017; Kurniawati dkk., 2018, Balitbangdikbud, 2020, Naskah Akademik PSP). Survei capaian hasil belajar siswa seperti Programme for International Student Assessment (PISA) mengindikasikan mutu pendidikan di Indonesia belum beranjak baik. Hasil PISA dari tahun 2000 hingga 2018 menunjukkan performa yang cukup baik dalam hal perluasan akses pendidikan, terlihat dari meningkatnya partisipasi siswa bersekolah dalam survei PISA dari 39% pada tahun 2000 menjadi 85% pada 2018. Namun, perkembangan positif itu belum diikuti oleh capaian hasil belajar, dimana skor PISA 2018 untuk kemampuan membaca, matematika, dan sains secara berurutan adalah 371, 379, dan 376 yang mana berada di bawah rata-rata negara-negara OECD. Sebagian besar siswa bahkan tidak mampu mencapai kompetensi minimal di tiga bidang tersebut dan sejumlah 70% siswa tidak mencapai kompetensi minimal dalam membaca, 71% untuk matematika, dan 60% untuk sains (Pusat Penilaian Pendidikan, 2019). Kesenjangan kualitas pendidikan antardaerah juga masih menjadi isu penting dalam pemerataan mutu. Indonesia memiliki 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota dengan kondisi sosial ekonomi dan geografis serta kapasitas kelembagaan yang berbeda-beda sehingga memengaruhi kemampuan daerah dalam menerapkan kebijakan pendidikan.
Kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kemdikbudristek, pada saat ini telah membawa perubahan yang besar dalam transformasi pendidikan di Indonesia. Kebijakan tersebut tentu berpengaruh pada semua unsur pendidikan, tidak terkecuali pemenuhan standar nasional pendidikan yang dijadikan acuan mutu bagi satuan pendidikan. Perubahan yang luar biasa ini sudah barang tentu memunculkan berbagai tantangan bagi pelaku pendidikan, termasuk juga berpengaruh pada tata kerja organisasi dan bisnis proses program di lingkungan Kemendikbudristek.
Permasalahan yang tersebut di atas, menuntut partisipasi semua pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Dinas Pendidikan, Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP), Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP), Balai Besar Guru Pengerak (BBGP), dan Balai Guru Penggerak (BGP), dan pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem dan mekanisme implementasi penjaminan mutu pendidikan yang dapat memberikan acuan bagi semua pemangku kepentingan dalam menjalankan penjaminan mutu pendidikan.
Sesuai dengan regulasi yang mengatur ketentuan jabatan fungsional Widyaprada terdiri atas; unsur utama dan unsur penunjang. Selanjutnya yang dimaksudkan unsur utama terdiri dari pendidikan, penjaminan mutu pendidikan, dan pengembangan profesi pendidikan. Dalam konteks ini pengembangan model penjaminan mutu pendidikan masuk pada kategori/lingkup penjaminan mutu pendidikan.
Subunsur penjaminan mutu pendidikan terdiri atas: (a). pemetaan mutu pendidikan pada satuan pendidikan untuk mengetahui ketercapaian standar nasional pendidikan; (b). pendampingan satuan pendidikan dalam pencapaian standar nasional pendidikan; (c). pembimbingan satuan pendidikan dalam pencapaian standar nasional pendidikan; (d). supervisi pendidikan dalam pencapaian standar nasional pendidikan; dan/atau (e). pengembangan model penjaminan mutu pendidikan.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan Widyaprada melakukan pengembangan model adalah memberikan wawasan dan pengetahuan tentang design thinking. Melakukan design thinking- inovasi pada kegiatan pengembangan model menjadi bagian penting dalam mewujudkan penjaminan mutu pendidkan. Karena tanpa melakukan inovasi sebuah unit kerja/satuan kerja hanya akan berjalan ditempat bahkan tertinggal. Saat ini didorong untuk berupaya melakukan transformasi satuan pendidikan yang terpadu dan terintegrasi.
Dengan pengembangan model diharapkan memperbarui, menambahkan dan mengembangkan apa yang sudah ada atau yang belum ada dalam rangka pemecahan masalah. Inovasi ini meliputi dari pengelolaan strategi yang digunakan hingga tahap implementasi inovasi.
Semakin majunya perkembangan zaman maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan. Tidak hanya berakhir menampilkan data dan informasi yang tersajikan pada Rapor Pendidikan, tetapi lebih upaya untuk menganalisis data dan informasi yang ada, dan memberikan solusi untuk membenahi berbagai faktor yang menghambat pencapaian mutu pendidikan.
Hal ini membawa konsekuensi logis terhadap peran widyaprada dalam melakukan penjaminan mutu pendidikan. Permasalahan rendahnya mutu pendidikan saat ini tentunya akan memicu kreativitas dan mendorong Widyaprada untuk mengeksplorasi melampaui batas pemikiran desain mereka saat ini. Bahkan perlu melakukan pendekatan yang tidak lazim (seperti biasa) dengan pola pikir inovatif yang dapat mendorong proses kreatif ke tingkat yang lebih tinggi.