Workshop Pendidikan, Memicu Diskusi  Urgensi Tata Kelola Satuan Pendidikan

Workshop Pendidikan, Memicu Diskusi Urgensi Tata Kelola Satuan Pendidikan

R. Muktiono Waspodo Sep 07, 2024 13:05 27
Workshop Pendidikan, Memicu Diskusi  Urgensi Tata Kelola Satuan Pendidikan

DISKUSI SINGKAT URGEN

TATA KELOLA SATUAN PENDIDIKAN

Muktiono Waspodo *)

 

 *) dari suatu proses diskusi pada kegiatan Worshop Pendidikan bulan September 2024 di Pontianak, Kalimantan Barat, dari diskusi yang dikuti para peserta dimanfaatkan sebagai bahan ppemantik suatu  pembahasan terkait dengan tata kelola satuan Pendidikan

 

 

 

Rasional

Abad ke-21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan manusia pada abad ke-21 mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan dalam abad sebelumnya. Dikatakan abad ke-21 adalah abad yang meminta kualitas dalam segala usaha dan hasil kerja manusia. Dengan sendirinya abad ke-21 meminta sumberdaya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang dikelola secara profesional sehingga membuahkan hasil unggulan. Tuntutan-tuntutan yang serba baru tersebut meminta berbagai terobosan dalam berfikir, penyusunan konsep, dan tindakan-tindakan. Dengan kata lain diperlukan suatu paradigm baru dalam menghadapi tantangan-tantangan yang baru, demikian kata filsuf Khun. Menurut filsuf Khun apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi dengan menggunakan paradigm lama, maka segala usaha akan menemui kegagalan. Tantangan yang baru menuntut proses terobosan pemikiran (breakthrough thinking process) apabila yang diinginkan adalah output yang bermutu yang dapat bersaing dengan hasil karya dalam dunia yang serba terbuka.

 


Gambar 1

Pada saat panel diskusi worshop Pendidikan di Pontianak, Kalimantan Barat bulan Agustus 2024


Abad 21 memiliki banyak perbedaan dengan abad 20 dalam berbagai hal, diantaranya dalam pekerjaan, hidup bermasyarakat dan aktualisasi diri. Abad 21 ditandai dengan berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat serta perkembangan otomasi dimana banyak pekerjaan yang sifatnya pekerjaan rutin dan berulang-ulang mulai digantikan oleh mesin, baik mesin produksi maupun komputer. Sebagaimana sudah diketahui dalam abad ke 21 ini sudah berubah total baik masyarakat maupun dunia pendidikannya.

Saat ini, pendidikan berada di masa pengetahuan (knowledge age) dengan percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Percepatan peningkatan pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan teknologi digital yang disebut dengan information super highway. Gaya kegiatan pembelajaran pada masa pengetahuan (knowledge age) harus disesuaikan dengan kebutuhan pada masa pengetahuan (knowledge age). Bahan pembelajaran harus memberikan desain yang lebih otentik untuk melalui tantangan di mana peserta didik dapat berkolaborasi menciptakan solusi memecahkan masalah pelajaran. Pemecahan masalah mengarah ke pertanyaan dan mencari jawaban oleh peserta didik yang kemudian dapat dicari pemecahan permasalahan dalam konteks pembelajaran menggunakan sumber daya informasi yang tersedia Trilling and Hood (1999 : 21)

 

Tata kelola satuan pendidika harus menjadi perhatian bersama untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan

 

Seringkali kita jumpai diskusi di berbagai pertemuan  yang terkait dengan tata keloa satuan pendidikan. Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik  secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Regulasi pendidikan ini memberikan makna bahwa pendidikan perlu direncanakan dengan baik, agar memungkinkan masyarakat dapat mengoptimalkan potensinya. Lebih lanjut termuat pada UU Nomor 20 tahun 2003 Bab IV Pasal 5 ayat (1) bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan pelayanan pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021. Regulasi ini merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kriteria minimal yang dimaksud sebagaimana dikatakan dalam  Kedelapan SNP ini memiliki keterkaitan satu sama lain dan sebagian standar menjadi prasyarat bagi pemenuhan standar-standar lainya.

Pendidikan merupakan mandat konstitusi yang pemenuhannya menjadi tanggungjawab negara. Mutu satuan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pengelolaan satuan pendidikan harus sesuai standar yang ditetapkan (Fatkhuri & Nurdin, 2023). Namun demikian, dengan berbagai keterbatasan sumber daya khususnya anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, pelaksanaan dan pengelolaan pendidikan di Indonesia saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat melalui sekolah swasta. Selama ini terbatasnya anggaran pemerintah untuk menjangkau penyelenggaraan pendidikan salah satunya disebabkan oleh belum semua pemerintah daerah berkomitmen memberikan alokasi anggaran pendidikan sebanyak 20 persen dari APBD sesuai amanat konstitusi. Dengan jumlah populasi sekolah swasta yang sangat besar, maka keterlibatan masyarakat dalam turut serta mengelola pendidikan menjadi faktor krusial untuk memastikan pelayanan pendidikan berjalan secara optimal.

Upaya pemerintah dan berbagai pihak kepada setiap satuan pendidikan untuk memenuhi SNP terus dilakukan, Prinsip yang perlu diperhatikan dalam rangka peningkatan mutu dilakukan atas dasar prinsip keberlanjutan, terencana, dan sistematis dengan kerangka waktu dan target capaian yang jelas. Itu sebabnya secara operasional, jika ingin membina tranformasi tata kelola satuan pendidikan, maka langkah awal dalam perencanaannya melakukan pemetaan capaian pemenuhan SNP dan permasalahannya. Dalam perspektif tata kelola satuan pendidikan, SNP merupakan acuan utama digunakan dalam  mengatur tentang standar minimal yang harus terpenuhi oleh segenap penyelenggara institusi  pendidikan/sekolah. Selain itu pula berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan  pengawasan pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional. Namun demikian dalam praktiknya dan kondisi nyata, sejumlah satuan pendidikan dan pihak terkait, kurang memperhatikan secara serius  mengenai hal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah data dan kecenderungan tidak terpenuhinya standar tertentu bahkan masih banyak sekolah belum memenuhinya.

 

Gambar 2.

Foto peserta seminar saat menyimak materi yang disampiakan Muktiono Waspodo dalam kegiatan Seminar Pendidikan di Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat,

 

Semenjak tahun 2020, komitmen untuk tidak  terjebak dengan upaya mematuhi aturan saja telah dimulai.  Dalam berbagai temuan monev/kajian, kita juga telah menginventarsasi berbagai ketentuan regulasi yang menghambat kreativitas  guru dalam melaksanakan tugasnya. kita perlu memprioritas dan konsentrasi pada tujuan utamanya yaitu peningkatan hasil belajar murid baik secara kognitif dan non kognitif. Hal ini tentunya akan berimplikasi pada proses pembelajaran dan assement yang dilakukan guru.

Dalam upaya peningkatan satuan pendidikan, kita perlu memastikan bahwa semua satuan pendidikan bergerak maju mencapai hasil pendidikan yang cemerlang. Banyak argumentasi yang disampaikan berbagai  kalangan faktor utama yang mempengaruhi kualitas pendidian adalah ketersediaan, kemampuan dan komitmen Guru dalam melaksnakan tugasnya. Lanjutan dari argumentasi itu, guru tidak dapat bekerja secara optimal, apabila tidak didukung oleh pembinaan profesi  dan karir Guru, serta kesejahteraan Guru yang memadai. Nah inilah salah satu bagian penting dalam pengelolaan pendididikan adalah tata kelola guru. Namun demikian jangan tersedot perhatian kepada Gurunya saja tetapi juga yang penting tata kelola satuan pendidikan sebagai satu sistem persekolahan yang kondusi untujk senantiasa melakukan continuous Improvement.

Variasi permasalahan yang terjadi pada satuan pendidikan, memberikan perhatian kita semua untuk merumuskan strategi yang tepat dan sesuai dengan konteks yang terjadi.

Hal ini juga akan berimplikasi pada tidak hanya pemerintah pusat namun juga pemerintah daerah. Semua satuan pendidikan bergerak maju, paling tidak bisa dilihat dari saat ini, (1) apakah sekolah melakukan perencanaan berbasis data dengan baik; (2) bagaimana sekolah dalam mengimplementasi pembelajaran berdiferesiasi; (3) Bagaimana upaya yang dilakukan dalam peningkatan kompetensi guru; (4) Apakah selama ini sekolah telah melakukan assesmen diagnostik  dengan baik, dsb. Jadi dari masa sebaiknya kita memulai perbaikan tatakeloa satuan pendidikan ? Kita  perlu memiliki cara pandang perbaikan sistem yang holistik dan integratif. Tidak bisa secara parsial untuk melakukan perbaikan tata kelola satian pendidikan. Karena kondisi intervensi yang parsial pada ahkirnya hanyalah pemborosan anggaran dan menyita waktu yang lama. Perlu adanya dukungan fondasi yang kuat dari aspek regulasi dan  theory of change  yang digunakan. Langkah-langkah apa yang perlu dilakukan sehingga memiliki damapak yang positif terhadap hasil yang diharapkan.

Dari mana kita memulai perbaikan ?, Pertanyaan ini yang kadang ditujukan oleh berbagai pihak. Tentu pilihan kita secara serentak bergerak untuk mencapai perbaikan/peningkatan mutu pendidikan. Adanya sistem perencanaan pendidikan yang kuat untuk memastikan setiap perbaikan/peningkatan mutu terjadi di satuan pendidikan. Adanya sumber daya yang memadai guna memastikan transformasi tata kelola pendidikan terlaksana sesuai dnegan indikator capaian keberhasilan


2.  Setelah diketahuinya data/informasi dari hasil profil danb rapor pendidikan (satuan Pendidikan dan Pemerintah Daerah), maka perlu adanya tindakan yang kongkrit/nyata dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Kememendikbudristek perlu menjamin pemanfaatan Profil Pendidkan dan Rapor Pendidikan sebagai sumber dari untuk perencanaan berbasis data. Hal juga yang sangat penting semua untuk dapat menginformasi capaian hasil belajar sekolah dalam mengimplementasi Kurikulum Merdeka. Suatu pilihan yang strategis untuk melakukan pendekatan konsultatif, dengan cara memahami karekteristik daerah yang ada di Indonesia ada salah satu entry point penting yang perlu dipahami bersama. Berdasarkan pelacakan terhadap kondisi yang ada, proses evaluasi diri sekolah (EDS) ternyata belum semuanya menggambarkan pada kondisi nyata yang terjadi di lapangan. Mencermati kondisi terserbut di atas, penting kesadaran dan pemahaman yang tinggi untuk mengawali perbaikan mutu sekolah dengan menganalis konteks yang real yang dihadapi sekolah. Diferensiasi stategis yang akan dilakukan mempertimbangkan pada tujuan yang hendak dicapai dan pendekatan konsultatif.

 


DAFTAR PUSTAKA

Afrimadona, Fatkhuri, Shanti Darmastuti. (2022). Pendampingan Penyusunan Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat di Lingkungan Bawaslu. AMMA: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(10), 1146–1155.

Agustina, R. dkk. (2023). Statistik Pendidikan 2022. In Badan Pusat Statistik RI. https://doi.org/10.31227/osf.io/judwx

Fatkhuri & Nurdin. (2023). Pelatihan Sistem Penilaian Akreditasi Berbasis Elektronik (SISPENA) Di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2022. SWARNA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(5), 504–509. https://ejournal.45mataram.ac.id/index.php/swarna/article/view/518

Fatkhuri, F. (2019). Desentralisasi Pendidikan di Indonesia : Korupsi dan Problem Politik Kekuasaan. KEMUDI : Jurnal Ilmu Pemerintahan, 3(2), 278–297. https://doi.org/10.31629/kemudi.v3i2.874 Nasori, N. H. (2016). Kemandirian Sekolah Dalam Pengelolaan Pembiayaan Di SD Muhammadiyah Wirobrajan 1 Yogyakarta. Jurnal Pendidikan, 118–127. Peraturan Pemerintah 57 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, (2021).

Trilling, Bernie and Fadel, Charles. 2009. 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times, John Wiley & Sons, 978-0-47-055362-6.

Trilling, Bernie and Hood, Paul. 1999. Learning, Technology, and Education Reform In The Knowledge Age, (Online), (https://www.wested.org/online_pubs/ learning_technology.pdf.), diakses tanggal 11 Mei 2016