Pembelajaran dengan Siswa yang beragam

Pembelajaran dengan Siswa yang beragam

R. Muktiono Waspodo Oct 02, 2022 23:53 55
Pembelajaran dengan Siswa yang beragam

SOLUSI PEMBELAJARAN  DALAM KEBERAGAMAN SISWA

  

 Bisa diyakini bersama, bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang dapat memfasilitasi kebutuhan dari setiap peserta didiknya, sehinga dapat berkembang secara optimal.  Sekian lama pembahasan berbagai pihak dan upaya yang dilakukan, pendidikan di Indonesia masih belum banyak perubahan, di mana masih menerapkan sistem pembelajaran lama yang menganggap semua anak adalah sama, lebih berpusat pada guru, tanpa memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam belajar. Pada kondisi inilah, dengan berbagai kebijakan merdeka belajar, memberikan ruang gerak aktivitas siswa seluas-luasnya, berinquiry dengan berbagai sumber referensi yang ada. Di sisi gurunya diberikan kesempatan untuk mengambil tindakan untuk kreatif agar lingkungan belajar menadi kondusif,

Meninggalkan cara kebiasaan lama, dimana siswa hanya duduk diam mendengarkan guru tanpa melakukan sesuatu yang akan menambah pengalaman belajar bagi mereka. Guru seolah-olah hanya mengajar satu orang murid saja dalam satu kelas, sedangkan di dalam kelas ada kurang lebih 30-40 siswa yang mempunyai keunikan, kemampuan dan keberagaman pengalaman belajar yang berbeda. Tidak jarang siswa  merasa frustasi dan akhirnya tidak memiliki motivasi untuk belajar, karena mereka datang ke sekolah hanya untuk mendengarkan ceramah dan  diberikan tugas yang banyak. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Zukhrofi dalam Freire yang mengungkapkan bahwa: Pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa pun dalam banyak bentuk hanya menjadi wahana transfer of  knowledge  belaka. Pada hakekatnya pendidikan haruslah sadar bahwa, setiap anak adalah unik dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak yang lainnya. Pendidikan, seharusnya bisa mengakomodasi dari semua perbedaan ini, terbuka untuk semua dan memberikan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu. Keberagaman dari setiap individu murid harus selalu diperhatikan, karena setiap peserta didik tumbuh di lingkungan dan budaya yang berbeda sesuai dengan kondisi geografis tempat tinggal mereka.

Sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran, Kurikulum Merdeka  (yang sebelumnya disebut sebagai kurikulum prototipe) dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. Karakteristik utama dari kurikulum ini yang mendukung pemulihan pembelajaran adalah: (1) Pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila (2) Fokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. (3) Fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal. Perkembangan paradigma pendidikan yang lebih humanism, dengan lahirnya pendidikan inklusif memberikan peluang bagi semua anak dalam mendapatkan pendidikan yang bermutu. Memberikan perhatian dan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing peserta didiknya.

Pendidikan Inklusif adalah pendidikan yang didasari semangat terbuka untuk merangkul semua kalangan dalam pendidikan. Pendidikan Inklusif merupakan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural yang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun  psikologis.

Filosofi yang mendasari pendidikan inklusif adalah keyakinan bahwa setiap anak, baik karena gangguan perkembangan fisik/mental maupun cerdas/bakat istimewa berhak untuk memperoleh pendidikan seperti layaknya anak-anak normal lainnya dalam lingkungan yang sama (Education for All). Secara lebih luas, ini bisa diartikan bahwa anak-anak yang normal maupun yang dinilai memiliki kebutuhan khusus sudah selayaknya dididik bersama-sama dalam sebuah keberagaman yang ada di dalamnya. Di sekolah inklusi ini, mereka tidak semata mengejar kemampuan akademik, tetapi lebih dari itu, mereka belajar tentang kehidupan itu sendiri. (UNESCO,2000).   Inklusi sendiri berasal dari kata inclusionâ, yang artinya mengajak masuk atau mengikutsertakan. Lawan katanya adalah eksklusi, yang berasal dari kata exclusionâ, yang artinya mengeluarkan atau memisahkan. Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya. Sapon-Shevin menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani disekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Dengan demikian maka perlu ditekankan instrukturisasi sekolah, sehingga dapat mendukung pelayanan terhadap setiap individu disekolah serta dukungan dari berbagai pihak.

Dalam pemenuhan kebutuhan dari keberagaman peserta didik di kelas inklusif, maka perlu adanya cara strategi yang tepat dalam memberikan pengajaran di kelas. Pemecahan masalah yang berhubungan dengan keragaman peserta didik di kelas dapat teratasi dengan menerapkan salah satu model pembelajaran berdiferensiasi. Diharapkan dengan menerapkan model tersebut maka perbedaan dan keberagaman setiap individu di kelas dilihat dari tingkat kesiapan, ketertarikan dan gaya belajar akan bisa terakomodasi sehingga berdampak adanya peningkatan terhadap pemahamaan, motivasi dalam belajar, dan juga interaksi antar peserta didik di kelas.