LEBIH MENGENAL DEKAT, AUTHISME

LEBIH MENGENAL DEKAT, AUTHISME

R. Muktiono Waspodo Jul 26, 2024 16:18 75
LEBIH MENGENAL DEKAT, AUTHISME

Mengenali lebih dekat, Authisme

Pada 2 bulan akhir ini seringkali kunjungan ke SLB dan selalu berjumpa dengan anak berkebutuhan khusus Authisme. Mungkin Anda sudah tidak asing dengan autism spectrum disorder atau yang lebih dikenal dengan nama autisme. Kondisi ini bisa mulai terdeteksi sejak awal masa kanak-kanak dan berlangsung hingga dewasa.

Berdasarkan tingkat keparahan gejala, anak dengan autism dapat dideskripsikan sebagai high function dan low function. Anak-anak low function bias tantrum atau berperilaku kurang baik di kehidupan sosial. Anak-anak high functional dapat mengontrol perilakunya, namun, memiliki kesulitan dalam berteman atau menjadi target pembulian di sekolah. Sebagai orang dewasa, mereka mungkin mengalami kesulitan untuk bekerja karena lemahnya kemampuan social mereka.

Autisme bukan disebabkan oleh rasa malu, kesalahan pola asuh ataupun trauma masa kecil. Autisme adalah gangguan yang hampir semua peniliti sepakat bahwa genetis memiliki peran. Anak dengan autisme menghadapi beragam kesulitan dalam kehidupan sehari hari karena mereka tidak bisa melakukan hal yang menurut kita mudah, bukankarena mereka malu atau mencari perhatian. Salah satu tes sederhana untuk melihat apakah seorang anak memiliki autism adalah dengan melihat apakah anak tersebut secara spontan menunjuk sesuatu untuk berbagi pengalamannya, seperti, seorang anak menunjukkan seekor kupu kupu cantik ke orang tuanya. Anak dengan autisme, sebagain besar, tidak melakukan hal tersebut, mereka akan menunjuk sesuatu untuk meminta barang tersebut (contohnya minta makanan). Anak yang berbagi pengalaman kemungkinannya tipis untuk memiliki autism.

Anak-anak yang memiliki gangguan perkembangan syaraf pada anak yang  mempengaruhi kemampuan interaksi sosial mereka. Salah satu masalah yang dihadapi anak berkebutuhan khusus adalah kemampuan adaptasi visual yang tidak optimal dan kemampuan berkomunikasi secara verbal yang relatif terhambat. Pada saat kunjungan ke SLB, nampak pada anak-anak penderita authisme memiliki kelemahan dalam memahami objek visual disekitarnya. Mereka cenderung tidak mengenali objek visual secara utuh, sehingga diperlukan perlakuan yang khusus untuk memahami hal-hal tersebut. Kasus pada anak authistik menunjukkan bahwa kemampuan mengenali objek visual disekitarnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan anak-anak normal.

 

Salah satu terapi yang dapat dikembangkan untuk mengoptimalkan cerapan visual anak authisme adalah terapi visual dengan menggunakan metode Picture Exchange Communication System (PECS). PECS adalah suatu pendekatan untuk melatih kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan simbol-simbol verbal dapat diterapkan pada anak Authisme.

 

Awalnya PECS ini digunakan untuk siswa-siswa pra sekolah yang mengalami authisme dan kelainan lainnya yang berkaitan dengan gangguan komunikasi. Siswa yang menggunakan PECS ini adalah mereka yang perkembangan bahasanya tidak menggembirakan dan mereka tidak memiliki kemauan untuk berkomunikasi dengan orang lain. PECS pada prinsipnya merupakan upaya merangsang komunikasi anak secara spontan. Penggunaan bahasa visual sebagai ganti bahasa verbal merupakan upaya mediasi awal menuju proses komunikasi yang lebih rumit. Proses visual 2 dalam berkomunikasi pada gilirannya menjadi pemicu ungkapan-ungkapan secara verbal. PECS dapat dilihat sebagai upaya pemberian rangsangan secara visual.

 

Proses tersebut dapat dikerjakan dalam beberapa fase. Fase yang berbeda menunjukkan tingkat levelisasi kemampuan dan perkembangan anak. Pada tahap awalnya anak diperkenalkan dengan simbol-simbol non verbal. Namun pada fase akhir dalam penggunaan PECS ini, anak dimotivasi untuk berbicara. Beberapa penelitian yang tekah dilakukan menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya dampak negatif dari penggunaan PECS (Bondy, 2001) . Fenomena dilapangan menunjukkan bahwa anak-anak authis yang menggunakan PECS perkembangan keterampilan bicaranya lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak menggunakan PECS (Bondy, 2001). Yoder dan Stone (2006) membandingkan antara anak-anak yang menggunakan PECS dengan sistem yang lain. Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak authis yang dilatih dengan PECS memiliki kemampuan verbal yang lebih baik dibandingkan dengan yang lain. PECS ini akan lebih efektif mendorong anak authis untuk lebih verbal jika dilatihkan pada anak berusia di bawah enam tahun.

 

Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa jumlah lembaga layanan inklusi yang menangani anak berkebutuhan khusus relatif masih terbatas, sedangkan jumlah anak authisme semakin meningkat dari tahun ke tahun. Banyak orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, tidak dapat mengakses lembaga layanan inklusi dengan baik, terutama para orang tua yang tinggal di kota-kota kecil. Jumlah lembaga layanan inklusi, khususnya bagi anak-anak authism, yang terbatas dan membuat beberapa orang tua tidak memiliki akses yang cukup ke lembaga-lambaga layanan inklusi yang memadahi. Salah satu langkah yang dapat diambil untuk mengatasi kesenjangan tersebut adalah menghasilkan media aplikasi PECS. Penggunaan aplikasi PECS sebagai basis pengembangan terapi dapat dijadikan pilihan mengingat aplikasi PECS pada beberapa individu tidak mensyaratkan levelisasi pengetahuan yang tinggi. Orang tua siswa dapat berperan sebagai terapis bagi putra-putrinya secara optimal.

 

Beberapa bentuk terapi dengan model PECS yang telah dilaksanakan di luar negeri terbukti mampu menguatkan persepsi visual anak berkebutuhan khusus, terutama pada penderita authism (Chaabane, 2009). PECS dirancang bukan sebagai 3 pengganti kemampuan verbal anak tetapi dirancang sebagai mediasi menuju kemampuan verbal. Proses tersebut membutuhkan objek-objek yang dekat dengan lingkungan visual anak. Perancangan PECS sebagai satu sistem yang utuh membutuhkan pemahaman total terhadap lingkungan sosial budaya dari siswa yang bersangkutan. Penonjolan objek –objek visual yang akrab di lingkungan siswa terbukti mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap dengan signifikan. Penelitian tentang pengembangan PECS di Indonesia relatif jarang dilakukan. PECS lazimnya dipergunakan untuk membantu anak dalam mengekpresikan kemampuan verbalnya. Penelitian yang berkaitan dengan PECS diantaranya dilakukan oleh Meimulyani (2009) yang melihat bahwa penggunaan PECS mampu meningkatkan 3 buah aspek kemampuan berkomunikasi yaitu kemampuan menciptakan perhatian bersama, menyampaikan permintaan dan mampu mengembangkan inisiatif.

 

Bondy, A., & Frost, L. 1993. Mands across the water: A report on the application of the Picture Exchange communication System in Peru. The Behavior Analyst, 16, 123-128.

Bondy, A., & Frost, L. 1994. The Picture Exchange Communication System. Focus on Authistic Behavior,9(3), 1-19.

Chaabane, D.Ben , Alber-Morgan, S., & DeBar, R. (2009). The effects of parentimplemented PECS training on improvisation of mands by children with authism. Journal of Applied Behavior Analysis, 42, 671-677

Meimulyani, Yani. Meningkatkan ketrampilan komunikasi melalui PECS pada anak yang tidak berkomunikasi secara verbal .Thesis.Universitas Pendidikan Indonesia.